Tentang ALERGI, MPASI dan waktu terbaik untuk BERJEMUR menurut dr Tan Shot Yen
Siapa itu dr Tan Shot Yen???
DR. Tan Shot Yen, adalah seorang medical doctor, dokter yang kritis dan sering diundang sebagai pembicara dan narasumber di berbagai seminar. Selain sebagai dokter, dia juga praktisi Braingym dan Quantum, serta Hypnoterapist. praktisi energy healing, certified medical hypnotherapist, dan penulis buku Saya Pilih Sehat dan Sembuh, Dari Mekanisasi Sampai Medikalisasi, dan Resep Panjang Umur, Sehat, dan Sembuh.
Q : Dear dr. Tan, Saya mempunyai bayi lelaki usia tiga bulan dan menikmati peran sebagai full time mother. Pada usia 1,5 bulan, pipi dan beberapa bagian tubuh putra saya merah-merah dan bruntusan. Setelah dibawa ke dokter anak, didiagnosa alergi dan diberi obat cetitizine (ozen) dan krim kortikosteroid (elecon). Selain itu karena masih ASI eksklusif, untuk sementara saya dilarang mengonsumsi makanan tertentu (telur, seafood, cokelat, kacang dan susu). Dokter tersebut juga melarang anak saya berjemur supaya tidak memperparah alerginya. Setelah pengobatan alerginya sembuh, tetapi kadang masih kambuh meskipun saya sudah menghindari semua makanan dan produk turunannya yang dilarang. Kemudian saya bawa putra saya ke dokter yang memiliki klinik alergi dengan sistem bioresonansi, Setelah dites, ternyata putra saya alergi udara panas, pewangi, produk kelapa (santan, minyak goreng dan sebagainya. Sedang bahan makanan (telur, seafood dan sebagainya) tidak masalah. Saat ini saya sudah menghindarkan semua pemicu alergi itu. Nah, yang ingin saya tanyakan: 1. Apa efek buruk kalau bayi jarang dijemur? Lantas, apa solusinya? 2. Saat berusia 6 bulan, bagaimana mekanisme pemberian MPASI untuk bayi dengan riwayat alergi. Saya pernah baca, kalau punya riwayat alergi sebaiknya pemberian seafood, telur, kacang dan sebagainya menunggu sampai usia 1 tahun. Sedang yang saya baca di edisi Nyata sebelumnya, menurut Dokter Tan, pada usia 7-8 bulan bisa dikenalkan dengan ikan. 3. Apakah alergi putra saya akan menetap atau bisa hilang dengan bertambahnya usia. Adakah cara agar anak berikutnya terhindar dari alergi. Karena saya juga punya riwayat alergi (produk kelapa, sabun dengan detergen tinggi/SLS), tapi suami tidak. 4. Apa yang perlu saya perhatikan dalam konsumsi makanan selama pemberian ASI? Seingat saya, dokter hanya pernah menyinggung sekilas tentang rentannya konsumsi ibu menyusui, tapi belum membahasnya.
A : (dr. Tan Shot Yen) -->
Saya senang menjawab pertanyaan Anda yang sangat mewakili banyak masalah para ibu muda. Dari kedua dokter yang telah anda kunjungi, anda bisa menarik banyak kesimpulan pastinya, tanpa perlu memberi penilaian tentang dokternya. Jelas bahwa ‘pengobatan’ alergi selama ini memang akhirnya jatuh pada masalah simptomatik, artinya mencegah gejalanya agar tidak muncul. Sementara banyak dokter masih mempunyai pola pikir ‘usang’ yang menuduh biang kerok alergi klasik adalah protein (karenanya anda dilarang makan kacang, seafood, telur) padahal ini baru DUGAAN. Dan terbukti ketika anda melakukan tes alergi yang sebenarnya, TERNYATA protein kacang, seafood dan telur JUSTRU TIDAK MASALAH. Bayangkan malnutrisi yang bisa terjadi bila ‘larangan tebak-tebakan’ itu sungguh-sungguh anda jalani! Sadarkah anda jika kita alergi sesuatu maka yang muncul di kulit adalah ’ruam’ berupa kemerahan di kulit? Itu tanda pelebaran pembuluh darah (agar sel-sel radang mencapai target secepat mungkin) dan sekaligus terlepasnya histamin, sejenis senyawa yang dikeluarkan mast cells dalam darah kita. Histamin dengan cepat menyebar ke dalam darah sebagai pertanda bagi sistem kekebalan tubuh untuk melakukan serangan. Dan selanjutnya terjadi ‘ledakan’ hormon ekosanoid yang pro-peradangan. Jadi, sengatan panas tentunya menstimulasi keparahan alergi yang sudah ada karena panas menyebabkan pembuluh darah semakin melebar, bukan? Alergi adalah masalah KEKEBALAN DAYA TAHAN TUBUH. Jadi, bukan matahari-nya yang perlu dihindari atau dijadikan musuh, tapi justru sistem kekebalan manusia lah yang perlu diperbaiki. Dalam suatu penelitian yang melibatkan wanita hamil dengan pemberian probiotik (bakteri ‘baik’ dan secara alamiah harus berada dalam jumlah cukup dalam tubuh/ pencernaan kita) terbukti bayi-bayi yang lahir hingga mencapai usia 4 tahun terlindungi dari masalah eksim (CurrentOpinion in Allergy and Clinical Immunology February, 2003;3(1):15-20 TheLancet May 31, 2003;361:1869-1870) seperti yang dialami bayi anda. Makanan yang difermentasi/diragikan dan suplemen mengandung lactobacillus sering disebut sebagai sumber ‘pro-biotik’. Salah satu masalah alergi selain ruam kulit pada anak adalah ASMA. Sekelompok peneliti Australia telah mengadakan kajian yang membuktikan paparan cahaya matahari mampu menekan timbulnya serangan asma (The Australian October 24, 2006)
Waktu Berjemur yang paling baik
Sebagai tambahan “update” pengetahuan terbaru, MENGHINDARI sengatan panas tengah hari ternyata justru MENINGKATKAN kanker kulit yang ganas (cutaneous malignant melanoma). Hlo kok bisa? Dr. William Grant sebagai pakar vitamin D menjelaskan bahwa dari kajian di Inggris, Norwegia dan Amerika Serikat, waktu optimal untuk mendapatkan produksi vitamin D justru sedekat mungkin dengan tengah hari (antara jam 10 pagi hingga 2 siang). Yang kita butuhkan sebenarnya dari sinar
matahari adalah ultraviolet B sebagai produsen vitamin D. Pada saat matahari masih dekat dengan horison (pagi hari, belum mencapai puncak kepala) ultraviolet B (daya radiasi 290-315 nanometer) masih sangat sedikit, sebaliknya ultraviolet A sedang ‘kenceng-kencengnya’ (daya radiasi 320-400 nanometer dan berhubungan eratdengan kanker kulit karena daya tembusnya lebih tinggi). Dengan terik tengah hari dan rasa panas, maka sebenarnya kita tidak butuh waktu lama untuk berjemur. Buat apa menghabiskan waktu 1 jam dari pukul 7 hingga 8 pagi jika yang kita peroleh malah lebih banyak ultraviolet A yang merusak, sedangkan kita cukup butuh 15 menit sekitar jam 10-10.15 sekaligus menikmati ultraviolet B untuk mendapatkan vitamin D? Bagi yang berkulit gelap, dibutuhkan lebih lama tentunya, karena semakin banyak pigmen kulit yang kita miliki, semakin sedikit daya tembus ultraviolet ke dalam kulit kita. Bukankah pigmen kulit adalah pelindung kanker alami? Robyn Lucas, seorang pakar epidemiologi di Australian National University, sangat setuju dengan temuan ini. Bahkan ditambahkan oleh Dr. Grant, anjuran menghindari matahari siang PLUS menggunakan tabir surya malah menjerumuskan orang untuk terkena kanker kulit. Masalahnya, orang-orang yang menganjurkan nasehat tersebut tidak memperhitungkan daya radiasi ultraviolet sebagai penyebab kanker! Jadi kurang lebih sama seperti orang yang menasehatkan untuk menghindari protein telur, seafood dan kacang TANPA TAHU JELAS APA SEBENARNYA penyebab alergi kulit pasien yang
bersangkutan. Alih-alih sembuh dari alergi, malah pasien tersebut menderita malnutrisi dan kekurangan asam amino dari protein yang dihindari! Parahnya pula, bila pasien tersebut adalah anak-anak yang masih dalam tahap pertumbuhan.. Kita membutuhkan sekitar 2,000 IU to 4,000 IU vitamin D per harinya untuk dapat mencegah kanker kulit hingga 50%. Kebanyakan orang hanya mendapat 250-300 IU per hari dari makanannya saja. Nah, menjawab pertanyaan anda: 1. Barangkali bukan jemur matahari-nya yang perlu dihindari, tapi PERBAIKI SISTEM KEKEBALAN TUBUH si bayi. Karena anda masih memberi ASI eksklusif, lakukanlah via anda. Kabar baiknya, bukan hanya si bayi- tapi anda sendiri pun akhirnya memiliki KEKEBALAN TUBUH PRIMA. Mengonsumsi probiotik bisa dimulai, selain itu HINDARI CETUSAN EKOSANOID BURUK sebagai hormon pro-peradangan. Caranya? Aturlah sumber karbohidrat anda. Kembalilah ke pola makan sehat dan seimbang. “Fashion carbohydrates” atau karbohidrat yang dikonsumsi sebagai perkembangan budaya dan temuan teknologi (gula, terigu dan beras) sudah tidak berguna lagi. Penuhi kebutuhan karbohidrat anda dari semua sayur lalap dan buah segar dalam jumlah yang cukup dan nikmati protein sehat sebagaimana telah anda pahami sebagai lauk teman karbohidrat anda. Pilih lemak dari sumber yang baik, seperti alpukat, minyak zaitun, atau omega 3. Tidak mengherankan bayi anda terbukti alergi terhadap santan dan minyak goreng! Mana ada minyak goreng di alam tanpa campur tangan teknologi industri? Sama seperti pewangi yang juga mencetuskan alergi bayi. Lingkungan yang
bersih dan tubuh yang sehat TIDAK BUTUH PEWANGI, karena alam memberi bau kesegaran yang sesungguhnya. 2. Mulailah dengan protein yang ‘jinak’ dahulu, seperti putih telur (jangan kuningnya sementara waktu), ikan air tawar dan ayam kampung. Anda tidak perlu terlalu cemas, apalagi tes alergi bayi sudah memberikan ‘lampu hijau’. 3. Apa salahnya seumur hidup tidak menggunakan produk sintetis? Banyak orang memang tidak nampak ‘alergi’ secara nyata (ruam kulit dan asma) tapi
tahu-tahu timbul kanker. Semua ini merupakan cetusan dari tubuh yang secara menahun berontak, tapi manusia kelewat keras kepala dan masa bodoh, bahkan berusaha menekan reaksi tubuhnya dengan obat-obatan. Di negara-negara maju, kesadaran untuk kembali menggunakan produk alami sudah sangat tinggi. Bahkan perusahaan produsen sabun, shampo, pasta gigi, hingga kosmetik begitu cepat menanggapi dan mengubah susunan kimia bahan baku mereka kembali ke produk
alam – yang mereka borong dari...... ASIA! 4. Menyusui adalah proses alamiah menjadi seorang ibu yang sedang ‘nurturing’. Jadi memang tidak ada yang ‘aneh-aneh’ banget kok. Nikmatilah. Saat anda mendapatkan bonus ekstra, karena apa yang anda ingin salurkan lewat ASI bagi sang bayi tentu anda orang pertama yang mendapat keuntungannya lebih dahulu bukan? Sebelum bayi anda bebas alergi karena ASI yang ‘lebih bermutu dan sehat’ pastinya anda terlebih dulu merasa jauh lebih fit dan berdaya tahan tinggi seperti yang sudah saya paparkan di butir 1 diatas.
(Ditulis oleh Dr Tan Shot Yen, sebagaimana yang dimuat dalam rubrik Konsultasi Kesehatan, tabloid NYATA).
DR. Tan Shot Yen, adalah seorang medical doctor, dokter yang kritis dan sering diundang sebagai pembicara dan narasumber di berbagai seminar. Selain sebagai dokter, dia juga praktisi Braingym dan Quantum, serta Hypnoterapist. praktisi energy healing, certified medical hypnotherapist, dan penulis buku Saya Pilih Sehat dan Sembuh, Dari Mekanisasi Sampai Medikalisasi, dan Resep Panjang Umur, Sehat, dan Sembuh.
Q : Dear dr. Tan, Saya mempunyai bayi lelaki usia tiga bulan dan menikmati peran sebagai full time mother. Pada usia 1,5 bulan, pipi dan beberapa bagian tubuh putra saya merah-merah dan bruntusan. Setelah dibawa ke dokter anak, didiagnosa alergi dan diberi obat cetitizine (ozen) dan krim kortikosteroid (elecon). Selain itu karena masih ASI eksklusif, untuk sementara saya dilarang mengonsumsi makanan tertentu (telur, seafood, cokelat, kacang dan susu). Dokter tersebut juga melarang anak saya berjemur supaya tidak memperparah alerginya. Setelah pengobatan alerginya sembuh, tetapi kadang masih kambuh meskipun saya sudah menghindari semua makanan dan produk turunannya yang dilarang. Kemudian saya bawa putra saya ke dokter yang memiliki klinik alergi dengan sistem bioresonansi, Setelah dites, ternyata putra saya alergi udara panas, pewangi, produk kelapa (santan, minyak goreng dan sebagainya. Sedang bahan makanan (telur, seafood dan sebagainya) tidak masalah. Saat ini saya sudah menghindarkan semua pemicu alergi itu. Nah, yang ingin saya tanyakan: 1. Apa efek buruk kalau bayi jarang dijemur? Lantas, apa solusinya? 2. Saat berusia 6 bulan, bagaimana mekanisme pemberian MPASI untuk bayi dengan riwayat alergi. Saya pernah baca, kalau punya riwayat alergi sebaiknya pemberian seafood, telur, kacang dan sebagainya menunggu sampai usia 1 tahun. Sedang yang saya baca di edisi Nyata sebelumnya, menurut Dokter Tan, pada usia 7-8 bulan bisa dikenalkan dengan ikan. 3. Apakah alergi putra saya akan menetap atau bisa hilang dengan bertambahnya usia. Adakah cara agar anak berikutnya terhindar dari alergi. Karena saya juga punya riwayat alergi (produk kelapa, sabun dengan detergen tinggi/SLS), tapi suami tidak. 4. Apa yang perlu saya perhatikan dalam konsumsi makanan selama pemberian ASI? Seingat saya, dokter hanya pernah menyinggung sekilas tentang rentannya konsumsi ibu menyusui, tapi belum membahasnya.
A : (dr. Tan Shot Yen) -->
Saya senang menjawab pertanyaan Anda yang sangat mewakili banyak masalah para ibu muda. Dari kedua dokter yang telah anda kunjungi, anda bisa menarik banyak kesimpulan pastinya, tanpa perlu memberi penilaian tentang dokternya. Jelas bahwa ‘pengobatan’ alergi selama ini memang akhirnya jatuh pada masalah simptomatik, artinya mencegah gejalanya agar tidak muncul. Sementara banyak dokter masih mempunyai pola pikir ‘usang’ yang menuduh biang kerok alergi klasik adalah protein (karenanya anda dilarang makan kacang, seafood, telur) padahal ini baru DUGAAN. Dan terbukti ketika anda melakukan tes alergi yang sebenarnya, TERNYATA protein kacang, seafood dan telur JUSTRU TIDAK MASALAH. Bayangkan malnutrisi yang bisa terjadi bila ‘larangan tebak-tebakan’ itu sungguh-sungguh anda jalani! Sadarkah anda jika kita alergi sesuatu maka yang muncul di kulit adalah ’ruam’ berupa kemerahan di kulit? Itu tanda pelebaran pembuluh darah (agar sel-sel radang mencapai target secepat mungkin) dan sekaligus terlepasnya histamin, sejenis senyawa yang dikeluarkan mast cells dalam darah kita. Histamin dengan cepat menyebar ke dalam darah sebagai pertanda bagi sistem kekebalan tubuh untuk melakukan serangan. Dan selanjutnya terjadi ‘ledakan’ hormon ekosanoid yang pro-peradangan. Jadi, sengatan panas tentunya menstimulasi keparahan alergi yang sudah ada karena panas menyebabkan pembuluh darah semakin melebar, bukan? Alergi adalah masalah KEKEBALAN DAYA TAHAN TUBUH. Jadi, bukan matahari-nya yang perlu dihindari atau dijadikan musuh, tapi justru sistem kekebalan manusia lah yang perlu diperbaiki. Dalam suatu penelitian yang melibatkan wanita hamil dengan pemberian probiotik (bakteri ‘baik’ dan secara alamiah harus berada dalam jumlah cukup dalam tubuh/ pencernaan kita) terbukti bayi-bayi yang lahir hingga mencapai usia 4 tahun terlindungi dari masalah eksim (CurrentOpinion in Allergy and Clinical Immunology February, 2003;3(1):15-20 TheLancet May 31, 2003;361:1869-1870) seperti yang dialami bayi anda. Makanan yang difermentasi/diragikan dan suplemen mengandung lactobacillus sering disebut sebagai sumber ‘pro-biotik’. Salah satu masalah alergi selain ruam kulit pada anak adalah ASMA. Sekelompok peneliti Australia telah mengadakan kajian yang membuktikan paparan cahaya matahari mampu menekan timbulnya serangan asma (The Australian October 24, 2006)
Waktu Berjemur yang paling baik
Sebagai tambahan “update” pengetahuan terbaru, MENGHINDARI sengatan panas tengah hari ternyata justru MENINGKATKAN kanker kulit yang ganas (cutaneous malignant melanoma). Hlo kok bisa? Dr. William Grant sebagai pakar vitamin D menjelaskan bahwa dari kajian di Inggris, Norwegia dan Amerika Serikat, waktu optimal untuk mendapatkan produksi vitamin D justru sedekat mungkin dengan tengah hari (antara jam 10 pagi hingga 2 siang). Yang kita butuhkan sebenarnya dari sinar
matahari adalah ultraviolet B sebagai produsen vitamin D. Pada saat matahari masih dekat dengan horison (pagi hari, belum mencapai puncak kepala) ultraviolet B (daya radiasi 290-315 nanometer) masih sangat sedikit, sebaliknya ultraviolet A sedang ‘kenceng-kencengnya’ (daya radiasi 320-400 nanometer dan berhubungan eratdengan kanker kulit karena daya tembusnya lebih tinggi). Dengan terik tengah hari dan rasa panas, maka sebenarnya kita tidak butuh waktu lama untuk berjemur. Buat apa menghabiskan waktu 1 jam dari pukul 7 hingga 8 pagi jika yang kita peroleh malah lebih banyak ultraviolet A yang merusak, sedangkan kita cukup butuh 15 menit sekitar jam 10-10.15 sekaligus menikmati ultraviolet B untuk mendapatkan vitamin D? Bagi yang berkulit gelap, dibutuhkan lebih lama tentunya, karena semakin banyak pigmen kulit yang kita miliki, semakin sedikit daya tembus ultraviolet ke dalam kulit kita. Bukankah pigmen kulit adalah pelindung kanker alami? Robyn Lucas, seorang pakar epidemiologi di Australian National University, sangat setuju dengan temuan ini. Bahkan ditambahkan oleh Dr. Grant, anjuran menghindari matahari siang PLUS menggunakan tabir surya malah menjerumuskan orang untuk terkena kanker kulit. Masalahnya, orang-orang yang menganjurkan nasehat tersebut tidak memperhitungkan daya radiasi ultraviolet sebagai penyebab kanker! Jadi kurang lebih sama seperti orang yang menasehatkan untuk menghindari protein telur, seafood dan kacang TANPA TAHU JELAS APA SEBENARNYA penyebab alergi kulit pasien yang
bersangkutan. Alih-alih sembuh dari alergi, malah pasien tersebut menderita malnutrisi dan kekurangan asam amino dari protein yang dihindari! Parahnya pula, bila pasien tersebut adalah anak-anak yang masih dalam tahap pertumbuhan.. Kita membutuhkan sekitar 2,000 IU to 4,000 IU vitamin D per harinya untuk dapat mencegah kanker kulit hingga 50%. Kebanyakan orang hanya mendapat 250-300 IU per hari dari makanannya saja. Nah, menjawab pertanyaan anda: 1. Barangkali bukan jemur matahari-nya yang perlu dihindari, tapi PERBAIKI SISTEM KEKEBALAN TUBUH si bayi. Karena anda masih memberi ASI eksklusif, lakukanlah via anda. Kabar baiknya, bukan hanya si bayi- tapi anda sendiri pun akhirnya memiliki KEKEBALAN TUBUH PRIMA. Mengonsumsi probiotik bisa dimulai, selain itu HINDARI CETUSAN EKOSANOID BURUK sebagai hormon pro-peradangan. Caranya? Aturlah sumber karbohidrat anda. Kembalilah ke pola makan sehat dan seimbang. “Fashion carbohydrates” atau karbohidrat yang dikonsumsi sebagai perkembangan budaya dan temuan teknologi (gula, terigu dan beras) sudah tidak berguna lagi. Penuhi kebutuhan karbohidrat anda dari semua sayur lalap dan buah segar dalam jumlah yang cukup dan nikmati protein sehat sebagaimana telah anda pahami sebagai lauk teman karbohidrat anda. Pilih lemak dari sumber yang baik, seperti alpukat, minyak zaitun, atau omega 3. Tidak mengherankan bayi anda terbukti alergi terhadap santan dan minyak goreng! Mana ada minyak goreng di alam tanpa campur tangan teknologi industri? Sama seperti pewangi yang juga mencetuskan alergi bayi. Lingkungan yang
bersih dan tubuh yang sehat TIDAK BUTUH PEWANGI, karena alam memberi bau kesegaran yang sesungguhnya. 2. Mulailah dengan protein yang ‘jinak’ dahulu, seperti putih telur (jangan kuningnya sementara waktu), ikan air tawar dan ayam kampung. Anda tidak perlu terlalu cemas, apalagi tes alergi bayi sudah memberikan ‘lampu hijau’. 3. Apa salahnya seumur hidup tidak menggunakan produk sintetis? Banyak orang memang tidak nampak ‘alergi’ secara nyata (ruam kulit dan asma) tapi
tahu-tahu timbul kanker. Semua ini merupakan cetusan dari tubuh yang secara menahun berontak, tapi manusia kelewat keras kepala dan masa bodoh, bahkan berusaha menekan reaksi tubuhnya dengan obat-obatan. Di negara-negara maju, kesadaran untuk kembali menggunakan produk alami sudah sangat tinggi. Bahkan perusahaan produsen sabun, shampo, pasta gigi, hingga kosmetik begitu cepat menanggapi dan mengubah susunan kimia bahan baku mereka kembali ke produk
alam – yang mereka borong dari...... ASIA! 4. Menyusui adalah proses alamiah menjadi seorang ibu yang sedang ‘nurturing’. Jadi memang tidak ada yang ‘aneh-aneh’ banget kok. Nikmatilah. Saat anda mendapatkan bonus ekstra, karena apa yang anda ingin salurkan lewat ASI bagi sang bayi tentu anda orang pertama yang mendapat keuntungannya lebih dahulu bukan? Sebelum bayi anda bebas alergi karena ASI yang ‘lebih bermutu dan sehat’ pastinya anda terlebih dulu merasa jauh lebih fit dan berdaya tahan tinggi seperti yang sudah saya paparkan di butir 1 diatas.
(Ditulis oleh Dr Tan Shot Yen, sebagaimana yang dimuat dalam rubrik Konsultasi Kesehatan, tabloid NYATA).
0 comments:
Post a Comment