Menyapih dengan CINTA
Oleh Ummu Hasna-Haifa dan Rena Marisa di TANYA ASI - HZ Lactation Center (Berkas) · Sunting Dokumen
Menyapih Dengan Cinta
(Weaning With Love)
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa semakin lama penyusuan seorang anak, ternyata membebaskan anak tersebut dari sebuah gangguan emosi jiwa. WHO memberikan pernyataan bahwa pemberian ASI dilakukan secara eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan selama 2 tahun atau lebih.
Sebuah penelitian mengatakan bahwa antibodi di dalam ASI jumlahnya semakin tinggi pada tahun ke-dua. Juga penelitian Gulick Th. 1986 yang menyebutkan bahwa menyusui antara 16 – 30 bulan membuat anak tidak mudah sakit, dan ketika sakit maka akan lebih cepat sembuhnya dibandingkan dengan anak yang masa penyusuannya lebih pendek.
Lalu bagaimana Allah subhanahu wa ta'ala berkehendak pada kita sebagai orangtua? Mari simak firman Allah yang artinya :
- Qs. Al Baqarah : 233
“ Dan ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf......”
- QS. Al Ahqaf : 15
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.”
- QS. ATH-TAHLAQ : 6
“……Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik......”
- QS. Luqman : 14
“.......Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.”
- Imam Malik (Kitab Subul as-Salǎm, juz III:217, Bab Ar Radhǎ) mengungkapkan bahwa, Nabi Muhammad shalallaahu alayhi wa sallam bersabda, “Tidak ada menyusui kecuali selama dua tahun.”
Banyak orang yang mengira setelah anak mencapai usia tepat dua tahun, maka ia wajib disapih. Bagaimana pun caranya akan dilakukan ibu agar anaknya berhenti menyusu pada usia itu, mulai dari mengolesi puting dengan sesuatu yang tidak disukai anak seperti jamu, saos, lipstik, bahkan sampai membiarkannya menangis berjam-jam.
Hal ini tidak lepas dari keinginan para ibu (dalam hal ini yang muslimah) untuk menjalankan perintah Allah yang disebutkan dalam Al Qurán agar ibu menyusui anaknya dengan sempurna yaitu selama dua tahun.
Maka mereka mengira wajib bagi setiap ibu untuk menghentikan menyusui anaknya yang telah mencapai dua tahun seketika itu juga, bagaimanapun caranya. Benarkah demikian?
Mari kita simak dalil-dalil dalam Al Qurán dan As-Sunnah seputar penyusuan yang sempurna dan penyapihan.
A. Islam Mengajarkan untuk Menyayangi Anak-anak
Tidak diragukan lagi bahwa Islam sangat memperhatikan anak-anak. Itu ditunjukkan dari perilaku Nabi Muhammad -shallallahuálayhi wa sallam- yang sangat sayang kepada anak-anak. Beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah memperpendek sholatnya karena mendengar anak yang menangis. Beliau bersabda, “Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya, akan tetapi tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena tangis bayi itu.”
Dan pernah Nabi -shallallahuálayhi wa sallam- ketika berkhutbah melihat kedua cucu beliau Hasan dan Husain –radhiyallahu ‘anhuma- menghampiri beliau, maka beliau turun dari mimbar dan menggendong keduanya ke atas mimbar, beliau pun bersabda, “Sesungguhnya aku melihat kedua anak ini berjalan dan jatuh, aku tidak sabar hingga turun mengambil keduanya.”
Lihatlah bagaimana anak-anak dapat mempengaruhi pelaksanaan perkara sebesar sholat dan khutbah. Dan masih banyak lagi kisah tentang bagaimana Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memperlakukan anak-anak dengan penuh kasih sayang. Sesungguhnya telah ada pada beliau suri teladan yang baik.
Maka demikian pulalah Islam mengajarkan umatnya melalui Nabi Allah Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tersebut agar menyayangi anak-anak, bahkan dari sebelum anak itu lahir sampai setelah dilahirkan.
B. Pemberian ASI selama Dua Tahun dalam Islam
Salah satu bentuk kasih sayang yang diajarkan Islam adalah penyusuan atau pemberian ASI (air susu ibu) kepada anak yang baru lahir hingga dua tahun.
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 233: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Ayat di atas menjelaskan tentang anjuran kepada para ibu untuk menyusui anak-anak mereka hingga dua tahun, dan dibolehkan bagi mereka untuk mencarikan ibu susu bila mereka mau. Ini menunjukkan betapa perihal pemberian ASI ini bukanlah hal yang sepele, sampai-sampai anjurannya tercantum dalam Kitab Suci umat Islam. Dan rahasia mengapa Allah menyebutkan “dua tahun” sebagai masa menyusui yang sempurna maka hanya Allah saja lah yang tahu.
Namun manusia kini mengetahui tentang manfaat yang luar biasa dari pemberian ASI selama dua tahun. Hal itu diperkuat dengan anjuran dari WHO kepada para ibu di seluruh dunia, tidak hanya yang muslimah, untuk menyusui anak-anak mereka yang disebutkan selama dua tahun pula.
Dan Nabi -shallallahuálayhi wa sallam- sebagai pembawa risalah ini, tidak pernah melakukan hal yang bertentangan dengan apa yang telah beliau bawakan.
Dalam sebuah hadits shahih yang panjang yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim, disebutkan ada seorang perempuan yang telah berbuat zina. Lalu datanglah ia kepada Rasulullah –shallallau’alaihi wa sallam- untuk bertobat. Namun Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menolak pengakuan perempuan tersebut. Keesokannya perempuan itu datang lagi dan berkata bahwa ia telah hamil akibat perbuatan zina tersebut. Lalu Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyuruhnya pulang sampai melahirkan. Setelah melahirkan, perempuan itu datang lagi sambil membawa bayi laki-lakinya yang dibungkus dengan secarik kain. Dia mengatakan bahwa bayi itu adalah bayi yang telah dia lahirkan. Lalu Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Pulanglah kamu dulu dan susuilah dia sampai kamu menyapihnya.” Setelah tiba masa menyapih, perempuan itu datang lagi membawa bayinya dan di tangan bayi itu ada sepotong roti. Dia mengatakan bahwa ia telah menyapih anaknya dan dia sudah bisa memakan makanan. Akhirnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyerahkan bayi tersebut kepada salah seorang sahabat, kemudian beliau mengeluarkan perintah supaya dilaksanakan hukuman terhadap perempuan tersebut. Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kemudian memerintahkan agar jenazah perempuan tersebut diurus, dan beliau pun menyolatinya dan menguburkannya.
Lihatlah betapa pedulinya Islam terhadap pemeliharaan seorang bayi yang masih dalam kandungan sampai dia dilahirkan untuk kemudian disusui sampai disapih. Sungguh hanya orang-orang bodoh yang berpendapat bahwa Islam telah berbuat kezhaliman melaksanakan hukuman tersebut kepada sang ibu. Padahal justru sebaliknya, Allah menyayangi hambaNya yang bertaubat, dan Dia tidak menginginkan hambaNya hidup lebih lama karena dia bisa saja melakukan dosa lagi. Ketahuilah bahwa perempuan itu diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan beruntunglah sang anak karena telah lahir ke dunia ini dengan selamat, mendapatkan ASI penuh hingga dua tahun, dan disusui oleh ibunya sendiri yang telah bertaubat.
Dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya dia telah bertobat dengan sungguh-sungguh. Seandainya tobat perempuan ini dibagi-bagikan kepada tujuh puluh orang penduduk Madinah, maka hal itu masih cukup. Pernahkah kamu menemukan tobat yang lebih baik dibandingkan apa yang dilakukan perempuan ini? Dengan jujur dia menyerahkan dirinya supaya dilaksanakan hukuman Allah atasnya.”
Hanya Allah pemberi taufik dan hidayah.
C. Penyapihan: Wajib Tepat Dua Tahun?
Dalam tafsir Ibnu Katsir, ketika menjelaskan surat Al Baqarah ayat 233 tentang anjuran pemberian ASI, disebutkan, “Ini adalah bimbingan dari Allah Taála bagi para ibu supaya mereka menyusui anak-anaknya dengan sempurna, yaitu dua tahun penuh. Dan setelah itu tidak ada lagi penyusuan.”
Yang dimaksud dengan “setelah itu tidak ada lagi penyusuan” adalah bahwa penyusuan yang terjadi setelah anak mencapai dua tahun itu tidak dianggap “penyusuan”. Hal ini berkaitan dengan hukum mahram yang terjadi antara anak dengan ibu susu, seperti yang dijelaskan dalam tafsir tersebut. Rasulullah –shallallahu álaihi wa sallam- bersabda, “Tidak menjadikan mahram akibat penyusuan, kecuali yang dilakukan kurang dari dua tahun.”
Dan dalam riwayat lain disebutkan dengan tambahan, “Dan penyusuan setelah dua tahun itu tidak mempengaruhi apa-apa.”
Kedua hadits tersebut menunjukkan bahwa penyusuan atau pemberian ASI yang sebenarnya adalah dalam kurun waktu dua tahun, sedangkan yang setelahnya tidak dianggap “memberi ASI”. Karena seperti yang disebutkan dalam hadits lain, “Sesungguhnya penyusuan itu karena rasa lapar.”
Maka pemberian ASI kepada seorang anak sebelum dua tahun dianggap karena ia merasa lapar, sedangkan yang setelahnya tidak dianggap demikian. Dan memang seperti yang dijumpai di dalam realita, bahwa anak-anak yang telah mencapai dua tahun atau lebih yang masih menyusu kepada ibunya adalah memang bukan karena mereka merasa lapar, melainkan karena mereka masih ingin selalu bersama ibunya, dalam pelukannya sambil “menyusu”.
Dan ini merupakan merupakan salah satu contoh lain dari kasih sayang yang diajarkan Islam, Alhamdulillah. Tidak diwajibkannya menghentikan penyusuan atau menyapih setelah anak mencapai usia dua tahun merupakan bukti dari betapa Islam memperhatikan anak-anak. Allah telah menakdirkan kesulitan bagi seorang anak untuk begitu saja lepas dari dekapan ibunya, begitu juga sebaliknya, betapa sulitnya ibu melepaskan anaknya dari dekapannya.
Memahami surat Al Baqarah ayat 233 di atas sebagai dalil wajibnya menyapih terhadap anak yang telah mencapai usia dua tahun adalah tidak tepat. Karena ayat di atas tidak berbicara tentang hal itu, melainkan tentang anjuran agar para ibu menyusui anaknya hingga penyusuan itu sempurna yaitu hingga dua tahun. Seandainya yang dimaksud adalah demikian, maka tentu akan kita dapatkan penjelasan ulama tentang hal ini, namun tidak ada satupun penjelasan ulama mengenai hal tersebut. Yang ada justru apabila penyapihan dilakukan sebelum dua tahun, yaitu bila memang ada suatu sebab yang tidak memungkinkan untuk terus melakukan penyusuan hingga sempurna selama dua tahun maka hal itu dibolehkan, yang berarti perkara penyusuan hingga dua tahun ini adalah suatu hal yang amat dianjurkan, bahkan dalam literatur Arab, anjuran tersebut bermakna lebih kepada perintah.
Ada satu kisah yang insya Allah dapat menjelaskan hal ini, yaitu kisah Ummu Sulaim yang dikenal sebagai shahabiyyah yang hidup di zaman Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, teladan wanita shalihah, ibu dari Anas bin Malik –radhiyallahu ’anhu- yang merupakan salah seorang sahabat yang banyak meriwayatkan hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi w sallam-
Ketika Islam bersinar di muka bumi, cahayanya sampai di hadapan Ummu Sulaim, maka yang pertama kali dia dakwahi adalah keluarganya, yaitu suaminya. Namun suaminya menolak, hingga ia mati dalam keadaan kafir. Ketika Ummu Sulaim mengetahui suaminya terbunuh, ia tetap tabah dan mengatakan, ”Aku tidak akan menyapih Anas hingga dia sendiri yang memutuskannya, dan aku tidak akan menikah sehingga Anas menyuruhku.”
Dari kisah di atas dapat kita ketahui bahwa kemungkinan ketika itu Anas bin Malik masih kecil dan masih menyusu. Seandainya penyapihan wajib dilakukan ketika anak berusia dua tahun, maka tentu Ummu Sulaim tidak akan mengatakan bahwa ia tidak akan menyapih Anas sampai anaknya itu sendiri yang memutuskan. Karena bila demikian halnya maka Ummu Sulaim telah menyelisih syariat Islam, yang tentunya hal itu akan mendapat teguran dari Nabi-shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang masih hidup di zaman itu. Namun tidak ada keterangan dari para ulama mengenai hal ini, sedangkan kisah ini mahsyur di kalangan mereka. Wallahua’lam.
D. Cara Menyapih yang Diajarkan Islam
Tidak disebutkannya kewajiban menyapih di usia tepat dua tahun, bukan berarti anak seterusnya tidak disapih. Tentu saja, bagi siapa saja yang ingin menyapih anaknya tepat di usia dua tahun, maka itu adalah yang terbaik karena telah disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 233 bahwa penyusuan hingga dua tahun adalah penyusuan yang telah sempurna. Namun bagimana cara menyapihnya adalah dikembalikan kepada orang tua masing-masing.
Namun salah satu faidah yang dapat kita ambil dari ayat tersebut tentang penyapihan sebelum dua tahun, adalah bahwa hal itu haruslah dilakukan dengan kerelaan dan musyawarah antara ayah dan ibu. Karena tidak jarang penyapihan ingin dilakukan oleh sang ibu saja, karena sudah lelah, kerepotan atau karena alasan lain, ataupun ayah saja yang menginginkannya karena tidak ingin ikut-ikutan repot, atau agar istrinya bisa merawat diri, dan lain-lain. Maka tidak menutup kemungkinan penyapihan setelah anak mencapai dua tahun pun seharusnya dengan kerelaan dan musyawarah antara ayah dan ibu. Ditambah lagi anak yang yang telah berusia dua tahun pun sudah bisa diajak bermusyawarah, maka tentu adalah hal yang sangat terpuji bila penyapihan dapat dilakukan dengan kerelaan sang anak pula. Apalagi Islam telah mengajarkan melalui Nabi Allah Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- agar menyayangi anak-anak. Maka apakah menolak menyusui anak dan membiarkannya menangis adalah kasih sayang yang diajarkan Islam, sementara Nabi –shallallahu’alayhi wasallam- pernah memperpendek sholatnya karena mendengar seorang anak yang menangis?
Allah berfirman dalam surat Luqman ayat 14: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa semua yang telah dilakukan oleh orang tua mulai dari ibu yang mengandung, melahirkan, pemberian ASI yang sempurna hingga penyapihan adalah jasa yang karenanya wajib bagi setiap manusia berbakti dan bersyukur kepada kedua orangtuanya setelah ia berbakti dan bersyukur kepada Allah. Maka jadikanlah jasa ini sebagai kenangan indah yang akan dikenang baik oleh anak-anak hingga mereka besar nanti.
Menyapihlah dengan kasih sayang, sebagaimana Islam telah mengajarkan kasih sayang itu. Berikut tips-tips dalam menyapih yang bisa ibu lakukan:
Mengatasi payudara yang sakit saat menyapih:
1. Minum air rebusan parsley/petersely (bukan cerely atau daun sop). Masak segenggam daun petersely dengan air beberapa gelas, lalu minum beberapa kali sehari selama periode menyapih atau sampai payudara tidak terasa sakit, yang artinya produksi ASI sudah menurun drastis.
2. Memijat payudara dan berendam dengan air hangat juga akan mengurangi rasa sakit di payudara.
3. Kompres dengan kol dingin minimal 20 menit, 3 - 4 kali sehari.
(Weaning With Love)
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa semakin lama penyusuan seorang anak, ternyata membebaskan anak tersebut dari sebuah gangguan emosi jiwa. WHO memberikan pernyataan bahwa pemberian ASI dilakukan secara eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan selama 2 tahun atau lebih.
Sebuah penelitian mengatakan bahwa antibodi di dalam ASI jumlahnya semakin tinggi pada tahun ke-dua. Juga penelitian Gulick Th. 1986 yang menyebutkan bahwa menyusui antara 16 – 30 bulan membuat anak tidak mudah sakit, dan ketika sakit maka akan lebih cepat sembuhnya dibandingkan dengan anak yang masa penyusuannya lebih pendek.
Lalu bagaimana Allah subhanahu wa ta'ala berkehendak pada kita sebagai orangtua? Mari simak firman Allah yang artinya :
- Qs. Al Baqarah : 233
“ Dan ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf......”
- QS. Al Ahqaf : 15
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.”
- QS. ATH-TAHLAQ : 6
“……Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik......”
- QS. Luqman : 14
“.......Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.”
- Imam Malik (Kitab Subul as-Salǎm, juz III:217, Bab Ar Radhǎ) mengungkapkan bahwa, Nabi Muhammad shalallaahu alayhi wa sallam bersabda, “Tidak ada menyusui kecuali selama dua tahun.”
Banyak orang yang mengira setelah anak mencapai usia tepat dua tahun, maka ia wajib disapih. Bagaimana pun caranya akan dilakukan ibu agar anaknya berhenti menyusu pada usia itu, mulai dari mengolesi puting dengan sesuatu yang tidak disukai anak seperti jamu, saos, lipstik, bahkan sampai membiarkannya menangis berjam-jam.
Hal ini tidak lepas dari keinginan para ibu (dalam hal ini yang muslimah) untuk menjalankan perintah Allah yang disebutkan dalam Al Qurán agar ibu menyusui anaknya dengan sempurna yaitu selama dua tahun.
Maka mereka mengira wajib bagi setiap ibu untuk menghentikan menyusui anaknya yang telah mencapai dua tahun seketika itu juga, bagaimanapun caranya. Benarkah demikian?
Mari kita simak dalil-dalil dalam Al Qurán dan As-Sunnah seputar penyusuan yang sempurna dan penyapihan.
A. Islam Mengajarkan untuk Menyayangi Anak-anak
Tidak diragukan lagi bahwa Islam sangat memperhatikan anak-anak. Itu ditunjukkan dari perilaku Nabi Muhammad -shallallahuálayhi wa sallam- yang sangat sayang kepada anak-anak. Beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah memperpendek sholatnya karena mendengar anak yang menangis. Beliau bersabda, “Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya, akan tetapi tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena tangis bayi itu.”
Dan pernah Nabi -shallallahuálayhi wa sallam- ketika berkhutbah melihat kedua cucu beliau Hasan dan Husain –radhiyallahu ‘anhuma- menghampiri beliau, maka beliau turun dari mimbar dan menggendong keduanya ke atas mimbar, beliau pun bersabda, “Sesungguhnya aku melihat kedua anak ini berjalan dan jatuh, aku tidak sabar hingga turun mengambil keduanya.”
Lihatlah bagaimana anak-anak dapat mempengaruhi pelaksanaan perkara sebesar sholat dan khutbah. Dan masih banyak lagi kisah tentang bagaimana Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memperlakukan anak-anak dengan penuh kasih sayang. Sesungguhnya telah ada pada beliau suri teladan yang baik.
Maka demikian pulalah Islam mengajarkan umatnya melalui Nabi Allah Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tersebut agar menyayangi anak-anak, bahkan dari sebelum anak itu lahir sampai setelah dilahirkan.
B. Pemberian ASI selama Dua Tahun dalam Islam
Salah satu bentuk kasih sayang yang diajarkan Islam adalah penyusuan atau pemberian ASI (air susu ibu) kepada anak yang baru lahir hingga dua tahun.
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 233: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Ayat di atas menjelaskan tentang anjuran kepada para ibu untuk menyusui anak-anak mereka hingga dua tahun, dan dibolehkan bagi mereka untuk mencarikan ibu susu bila mereka mau. Ini menunjukkan betapa perihal pemberian ASI ini bukanlah hal yang sepele, sampai-sampai anjurannya tercantum dalam Kitab Suci umat Islam. Dan rahasia mengapa Allah menyebutkan “dua tahun” sebagai masa menyusui yang sempurna maka hanya Allah saja lah yang tahu.
Namun manusia kini mengetahui tentang manfaat yang luar biasa dari pemberian ASI selama dua tahun. Hal itu diperkuat dengan anjuran dari WHO kepada para ibu di seluruh dunia, tidak hanya yang muslimah, untuk menyusui anak-anak mereka yang disebutkan selama dua tahun pula.
Dan Nabi -shallallahuálayhi wa sallam- sebagai pembawa risalah ini, tidak pernah melakukan hal yang bertentangan dengan apa yang telah beliau bawakan.
Dalam sebuah hadits shahih yang panjang yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim, disebutkan ada seorang perempuan yang telah berbuat zina. Lalu datanglah ia kepada Rasulullah –shallallau’alaihi wa sallam- untuk bertobat. Namun Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menolak pengakuan perempuan tersebut. Keesokannya perempuan itu datang lagi dan berkata bahwa ia telah hamil akibat perbuatan zina tersebut. Lalu Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyuruhnya pulang sampai melahirkan. Setelah melahirkan, perempuan itu datang lagi sambil membawa bayi laki-lakinya yang dibungkus dengan secarik kain. Dia mengatakan bahwa bayi itu adalah bayi yang telah dia lahirkan. Lalu Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Pulanglah kamu dulu dan susuilah dia sampai kamu menyapihnya.” Setelah tiba masa menyapih, perempuan itu datang lagi membawa bayinya dan di tangan bayi itu ada sepotong roti. Dia mengatakan bahwa ia telah menyapih anaknya dan dia sudah bisa memakan makanan. Akhirnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyerahkan bayi tersebut kepada salah seorang sahabat, kemudian beliau mengeluarkan perintah supaya dilaksanakan hukuman terhadap perempuan tersebut. Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kemudian memerintahkan agar jenazah perempuan tersebut diurus, dan beliau pun menyolatinya dan menguburkannya.
Lihatlah betapa pedulinya Islam terhadap pemeliharaan seorang bayi yang masih dalam kandungan sampai dia dilahirkan untuk kemudian disusui sampai disapih. Sungguh hanya orang-orang bodoh yang berpendapat bahwa Islam telah berbuat kezhaliman melaksanakan hukuman tersebut kepada sang ibu. Padahal justru sebaliknya, Allah menyayangi hambaNya yang bertaubat, dan Dia tidak menginginkan hambaNya hidup lebih lama karena dia bisa saja melakukan dosa lagi. Ketahuilah bahwa perempuan itu diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan beruntunglah sang anak karena telah lahir ke dunia ini dengan selamat, mendapatkan ASI penuh hingga dua tahun, dan disusui oleh ibunya sendiri yang telah bertaubat.
Dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya dia telah bertobat dengan sungguh-sungguh. Seandainya tobat perempuan ini dibagi-bagikan kepada tujuh puluh orang penduduk Madinah, maka hal itu masih cukup. Pernahkah kamu menemukan tobat yang lebih baik dibandingkan apa yang dilakukan perempuan ini? Dengan jujur dia menyerahkan dirinya supaya dilaksanakan hukuman Allah atasnya.”
Hanya Allah pemberi taufik dan hidayah.
C. Penyapihan: Wajib Tepat Dua Tahun?
Dalam tafsir Ibnu Katsir, ketika menjelaskan surat Al Baqarah ayat 233 tentang anjuran pemberian ASI, disebutkan, “Ini adalah bimbingan dari Allah Taála bagi para ibu supaya mereka menyusui anak-anaknya dengan sempurna, yaitu dua tahun penuh. Dan setelah itu tidak ada lagi penyusuan.”
Yang dimaksud dengan “setelah itu tidak ada lagi penyusuan” adalah bahwa penyusuan yang terjadi setelah anak mencapai dua tahun itu tidak dianggap “penyusuan”. Hal ini berkaitan dengan hukum mahram yang terjadi antara anak dengan ibu susu, seperti yang dijelaskan dalam tafsir tersebut. Rasulullah –shallallahu álaihi wa sallam- bersabda, “Tidak menjadikan mahram akibat penyusuan, kecuali yang dilakukan kurang dari dua tahun.”
Dan dalam riwayat lain disebutkan dengan tambahan, “Dan penyusuan setelah dua tahun itu tidak mempengaruhi apa-apa.”
Kedua hadits tersebut menunjukkan bahwa penyusuan atau pemberian ASI yang sebenarnya adalah dalam kurun waktu dua tahun, sedangkan yang setelahnya tidak dianggap “memberi ASI”. Karena seperti yang disebutkan dalam hadits lain, “Sesungguhnya penyusuan itu karena rasa lapar.”
Maka pemberian ASI kepada seorang anak sebelum dua tahun dianggap karena ia merasa lapar, sedangkan yang setelahnya tidak dianggap demikian. Dan memang seperti yang dijumpai di dalam realita, bahwa anak-anak yang telah mencapai dua tahun atau lebih yang masih menyusu kepada ibunya adalah memang bukan karena mereka merasa lapar, melainkan karena mereka masih ingin selalu bersama ibunya, dalam pelukannya sambil “menyusu”.
Dan ini merupakan merupakan salah satu contoh lain dari kasih sayang yang diajarkan Islam, Alhamdulillah. Tidak diwajibkannya menghentikan penyusuan atau menyapih setelah anak mencapai usia dua tahun merupakan bukti dari betapa Islam memperhatikan anak-anak. Allah telah menakdirkan kesulitan bagi seorang anak untuk begitu saja lepas dari dekapan ibunya, begitu juga sebaliknya, betapa sulitnya ibu melepaskan anaknya dari dekapannya.
Memahami surat Al Baqarah ayat 233 di atas sebagai dalil wajibnya menyapih terhadap anak yang telah mencapai usia dua tahun adalah tidak tepat. Karena ayat di atas tidak berbicara tentang hal itu, melainkan tentang anjuran agar para ibu menyusui anaknya hingga penyusuan itu sempurna yaitu hingga dua tahun. Seandainya yang dimaksud adalah demikian, maka tentu akan kita dapatkan penjelasan ulama tentang hal ini, namun tidak ada satupun penjelasan ulama mengenai hal tersebut. Yang ada justru apabila penyapihan dilakukan sebelum dua tahun, yaitu bila memang ada suatu sebab yang tidak memungkinkan untuk terus melakukan penyusuan hingga sempurna selama dua tahun maka hal itu dibolehkan, yang berarti perkara penyusuan hingga dua tahun ini adalah suatu hal yang amat dianjurkan, bahkan dalam literatur Arab, anjuran tersebut bermakna lebih kepada perintah.
Ada satu kisah yang insya Allah dapat menjelaskan hal ini, yaitu kisah Ummu Sulaim yang dikenal sebagai shahabiyyah yang hidup di zaman Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, teladan wanita shalihah, ibu dari Anas bin Malik –radhiyallahu ’anhu- yang merupakan salah seorang sahabat yang banyak meriwayatkan hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi w sallam-
Ketika Islam bersinar di muka bumi, cahayanya sampai di hadapan Ummu Sulaim, maka yang pertama kali dia dakwahi adalah keluarganya, yaitu suaminya. Namun suaminya menolak, hingga ia mati dalam keadaan kafir. Ketika Ummu Sulaim mengetahui suaminya terbunuh, ia tetap tabah dan mengatakan, ”Aku tidak akan menyapih Anas hingga dia sendiri yang memutuskannya, dan aku tidak akan menikah sehingga Anas menyuruhku.”
Dari kisah di atas dapat kita ketahui bahwa kemungkinan ketika itu Anas bin Malik masih kecil dan masih menyusu. Seandainya penyapihan wajib dilakukan ketika anak berusia dua tahun, maka tentu Ummu Sulaim tidak akan mengatakan bahwa ia tidak akan menyapih Anas sampai anaknya itu sendiri yang memutuskan. Karena bila demikian halnya maka Ummu Sulaim telah menyelisih syariat Islam, yang tentunya hal itu akan mendapat teguran dari Nabi-shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang masih hidup di zaman itu. Namun tidak ada keterangan dari para ulama mengenai hal ini, sedangkan kisah ini mahsyur di kalangan mereka. Wallahua’lam.
D. Cara Menyapih yang Diajarkan Islam
Tidak disebutkannya kewajiban menyapih di usia tepat dua tahun, bukan berarti anak seterusnya tidak disapih. Tentu saja, bagi siapa saja yang ingin menyapih anaknya tepat di usia dua tahun, maka itu adalah yang terbaik karena telah disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 233 bahwa penyusuan hingga dua tahun adalah penyusuan yang telah sempurna. Namun bagimana cara menyapihnya adalah dikembalikan kepada orang tua masing-masing.
Namun salah satu faidah yang dapat kita ambil dari ayat tersebut tentang penyapihan sebelum dua tahun, adalah bahwa hal itu haruslah dilakukan dengan kerelaan dan musyawarah antara ayah dan ibu. Karena tidak jarang penyapihan ingin dilakukan oleh sang ibu saja, karena sudah lelah, kerepotan atau karena alasan lain, ataupun ayah saja yang menginginkannya karena tidak ingin ikut-ikutan repot, atau agar istrinya bisa merawat diri, dan lain-lain. Maka tidak menutup kemungkinan penyapihan setelah anak mencapai dua tahun pun seharusnya dengan kerelaan dan musyawarah antara ayah dan ibu. Ditambah lagi anak yang yang telah berusia dua tahun pun sudah bisa diajak bermusyawarah, maka tentu adalah hal yang sangat terpuji bila penyapihan dapat dilakukan dengan kerelaan sang anak pula. Apalagi Islam telah mengajarkan melalui Nabi Allah Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- agar menyayangi anak-anak. Maka apakah menolak menyusui anak dan membiarkannya menangis adalah kasih sayang yang diajarkan Islam, sementara Nabi –shallallahu’alayhi wasallam- pernah memperpendek sholatnya karena mendengar seorang anak yang menangis?
Allah berfirman dalam surat Luqman ayat 14: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa semua yang telah dilakukan oleh orang tua mulai dari ibu yang mengandung, melahirkan, pemberian ASI yang sempurna hingga penyapihan adalah jasa yang karenanya wajib bagi setiap manusia berbakti dan bersyukur kepada kedua orangtuanya setelah ia berbakti dan bersyukur kepada Allah. Maka jadikanlah jasa ini sebagai kenangan indah yang akan dikenang baik oleh anak-anak hingga mereka besar nanti.
Menyapihlah dengan kasih sayang, sebagaimana Islam telah mengajarkan kasih sayang itu. Berikut tips-tips dalam menyapih yang bisa ibu lakukan:
- Persiapkan penyapihan dari jauh hari, jangan menyapih secara mendadak. Kurangi frekuensi menyusui secara bertahap, jangan menawarkan untuk menyusui jika anak tidak meminta, dan alihkan perhatian anak jika sedang minta menyusu namun jangan sampai memaksakan kehendak jika anak memang ingin tetap menyusu. Hal ini akan mengurangi produksi ASI secara bertahap sehingga dapat menghindari pembengkakan ketika penyapihan terjadi.
- Jangan biasakan anak tidur dengan “mengempeng” kepada payudara. Jika sudah terlanjur demikian, maka ajak sang ayah atau anggota keluarga yang dekat dengan anak untuk dapat turut bekerjasama dalam proses penyapihan dengan cara ketika anak mengantuk, mintalah mereka untuk menggendong atau mengajaknya tidur. Pada awalnya anak akan protes ketika dibiasakan dengan pola tidur yang baru. Namun disinilah kesabaran ibu, ayah dan keluarga diuji. Lama-kelamaan anak akan terbiasa dengan pola tidurnya yang baru, dan tidak perlu “mengempeng” saat hendak tidur. Tetapi pastikan dahulu bahwa kondisi anak saat mengantuk tidak dalam keadaan lapar atau haus sehingga tidak menjadikan anak rewel dan protes yang semakin menjadi.
- Sebelum masa menyapih (sekitar 2 – 3 bulan sebelumnya), komunikasikan rencana ibu kepada anak bahwa ibu akan menyapihkan. Sering-seringlah mengajak anak untuk berkomunikasi akan hal ini. Walaupun anak masih kecil, namun sedikit-sedikit anak bisa mengerti maksud kita. Komunikasikan dengan bahasa yang sederhana dan lemah lembut.
- Jangan menyapih jika keadaan anak sedang sakit, karena anak yang sakit membutuhkan dekapan dan kehangatan dari ibu, serta anak butuh untuk terus menyusu untuk mendapatkan rasa aman dan nyaman. Tunggu penyapihan ketika anak sampai sehat.
Mengatasi payudara yang sakit saat menyapih:
1. Minum air rebusan parsley/petersely (bukan cerely atau daun sop). Masak segenggam daun petersely dengan air beberapa gelas, lalu minum beberapa kali sehari selama periode menyapih atau sampai payudara tidak terasa sakit, yang artinya produksi ASI sudah menurun drastis.
2. Memijat payudara dan berendam dengan air hangat juga akan mengurangi rasa sakit di payudara.
3. Kompres dengan kol dingin minimal 20 menit, 3 - 4 kali sehari.
bole copy mbaaa... bagus bangedd.. penting banget... mksh ya...
ReplyDelete